Hot cookies are waiting for you !!

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur.

PERUNDINGAN ROEM ROYEN


Isi Perundingan Roem RoyenKali ini akan dibahas mengenai sejarah dan isi hasil dari Perundingan Roem Royen
Untuk mengatasi aksi militer Belanda, PBB mengadakan sidang pada tanggal 22 Desember 1948 dan menghasilkan sebuah resolusi yang berisi mendesak supaya permusuhan antara Indonesia dan Belanda segera dihentikan dan pemimpin Indonesia yang ditahan segera dibebaskan.
KTN ditugaskan untuk mengawasi pelaksana resolusi tersebut. Untuk meluaskan wewenangnya maka KTN diubah namanya menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran.

Pada tanggal 14 April 1949 atas inisiatif UNCI diadakan perundingan Republik Indonesia dan Belanda. Perundingan ini diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran (Amerika Serikat).
Berikut ini pihak yang hadir dalam perundingan tersebut:
1. Delegasi RI, dipimpin oleh Mr. Moh. Roem.
2. Delegasi Belanda, dipimpin oleh Dr. J.H. van Royen.
Setelah melalui perundingan yang berlarut-larut, akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan, yang kemudian dikenal dengan nama "Roem Royen Statement". Berikut ini adalah isi persetujuan tersebut.
Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk:
1. Menghentikan perang gerilya;
2. Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan; dan
3. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Sementara itu, pernyataan Delegasi Belanda pada pokoknya adalah:
1. Menyetujui kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta;
2. Menjamin penghentian gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik;
3. Tidak akan mendirikan negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948; dan
4. Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.

Dengan disepakatinya prinsip-prinsip Roem Royen tersebut maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan kepada Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintah di Yogyakarta apabila Belanda mundur dari Yogyakarta.


0 komentar:

Posting Komentar