Roket tanpa awak milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) meledak dini hari kemarin saat diluncurkan di Pulau Wallops, Negara Bagian Virginia. Wahana bernama Antares itu sedianya mengantarkan perbekalan buat Stasiun Antariksa Internasional (ISS).
Produsen roket tersebut, Orbital Sciences, tengah menyelidiki kenapa roket senilai USD 1,9 miliar (setara Rp 4 triliun) itu begitu gampang hancur hanya enam detik setelah diluncurkan.
Walau masih terlalu dini, muncul dugaan kegagalan sistem akibat kualitas komponen yang buruk. Wakil Direktur Umum Orbital Frank Culbertson mengaku dapat informasi kalau salah satu perangkat keras di roket tersebut menggunakan onderdil bekas asal Uni Soviet.
"Masih belum kita simpulkan apakah mesin berpengaruh atas insiden ini. Tapi kami akan coba selidiki kemungkinan (faktor onderdil bekas)," ujarnya seperti dilansir Stasiun Televisi Fox News, Kamis (30/10).
Dugaan lainnya, komponen bekas itu tidak ada masalah. Tapi pemasangannya saja yang kurang tepat. Mesin wahana antariksa itu, merujuk data Orbital, menggunakan varian AJ26. Mesin ini adalah modifikasi atas roket NK-33 bikinan Soviet yang digunakan sejak 1970-an.
Sejauh ini, Culbertson masih meyakini roket yang dibikin anak buahnya laik digunakan oleh NASA. "Mesin ini dulu dirancang untuk mengantarkan Kosmonot Soviet ke bulan. Memang kemudian dimodifikasi supaya sesuai dengan sistem antariksa AS. Tapi sejauh yang saya tahu kondisinya bagus, tangguh, dan teruji walaupun berumur," tandasnya.
Gara-gara isu barang bekas Soviet itu, muncul kritik dari ilmuwan sayap kanan Negeri Paman Sam. Salah satunya adalah Direktur Lembaga Riset Explore Mars Chris Carberry.
Dia menyebut meledaknya Antares adalah bukti Amerika tidak boleh menggantungkan diri pada teknologi asing. Baik NASA maupun Angkatan Udara Amerika selama ini cukup rajin mengimpor komponen roket dari Rusia.
"Sudah bagus sekarang impor komponen teknologi dirgantara kita dari Rusia berkurang karena ada konflik di Ukraina. Karena kita memang sebaiknya mandiri," kata Carberry.
Produsen roket tersebut, Orbital Sciences, tengah menyelidiki kenapa roket senilai USD 1,9 miliar (setara Rp 4 triliun) itu begitu gampang hancur hanya enam detik setelah diluncurkan.
Walau masih terlalu dini, muncul dugaan kegagalan sistem akibat kualitas komponen yang buruk. Wakil Direktur Umum Orbital Frank Culbertson mengaku dapat informasi kalau salah satu perangkat keras di roket tersebut menggunakan onderdil bekas asal Uni Soviet.
"Masih belum kita simpulkan apakah mesin berpengaruh atas insiden ini. Tapi kami akan coba selidiki kemungkinan (faktor onderdil bekas)," ujarnya seperti dilansir Stasiun Televisi Fox News, Kamis (30/10).
Dugaan lainnya, komponen bekas itu tidak ada masalah. Tapi pemasangannya saja yang kurang tepat. Mesin wahana antariksa itu, merujuk data Orbital, menggunakan varian AJ26. Mesin ini adalah modifikasi atas roket NK-33 bikinan Soviet yang digunakan sejak 1970-an.
Sejauh ini, Culbertson masih meyakini roket yang dibikin anak buahnya laik digunakan oleh NASA. "Mesin ini dulu dirancang untuk mengantarkan Kosmonot Soviet ke bulan. Memang kemudian dimodifikasi supaya sesuai dengan sistem antariksa AS. Tapi sejauh yang saya tahu kondisinya bagus, tangguh, dan teruji walaupun berumur," tandasnya.
Gara-gara isu barang bekas Soviet itu, muncul kritik dari ilmuwan sayap kanan Negeri Paman Sam. Salah satunya adalah Direktur Lembaga Riset Explore Mars Chris Carberry.
Dia menyebut meledaknya Antares adalah bukti Amerika tidak boleh menggantungkan diri pada teknologi asing. Baik NASA maupun Angkatan Udara Amerika selama ini cukup rajin mengimpor komponen roket dari Rusia.
"Sudah bagus sekarang impor komponen teknologi dirgantara kita dari Rusia berkurang karena ada konflik di Ukraina. Karena kita memang sebaiknya mandiri," kata Carberry.
Senin, 10 November 2014
0 komentar: